Oleh: Nizwar
GM Lampung NewsPaper
GM Lampung NewsPaper
BELUM lama ini, saya bertandang ke rumah dinas Wali Kota Bandarlampung Herman H.N. Saya ditemani Pemred Lampung NewsPaper, Senen. Semula, saya mengira wali kota kemungkinan kecil menemui kami. Namun saya terhenyak, beliau cepat mengonfirmasi bahwa siap menerima kedatangan kami.
Cepat, spontanitas, dan tanpa basa basi. Wali kota seolah ingin menyadarkan saya, bahwa ini rumah dinas untuk ia menerima kunjungan dari dan oleh siapapun. Tanpa batas. Tanpa protokoler berbelit. Terima, bahas, langsung action. Berbeda sekali dengan sejumlah pejabat yang saya temui sebelumnya dalam berbagai kesempatan.
Padahal, saat itu Herman H.N. baru saja sampai di rumah dinas. Ia baru memberikan bantuan kepada Paryani atau akrab disapa Gayem, warga Jalan Teuku Umar RT 14/3 Lk. II No. 30, Kelurahan Gunungsari, Tanjungkarang Pusat. Wali kota membantu Gayem untuk membenarkan rumahnya yang nyaris rubuh setelah membaca berita features di halaman Metropolis SKH Radar Lampung.
Kali kedua, kami datang pada Jumat malam, 23 Maret 2012. Lagi-lagi wali kota langsung merespons meski berbarengan ia akan menerima dan menjamu makan malam mahasiswa Pertanian se-Indonesia.
Tapi kenapa masyarakat banyak menilai wali kota ’’cepas ceplos’’. Dalam dua pertemuan itu, pikiran saya berperang ingin mencari tau sebabnya. Tidak butuh lama. Saya langsung mengerti. Gayanya bicara tanpa tendeng aling-aling. Tanpa posisi tawar. Tanpa maksud berlebihan. Tanpa ada kepentingan. Tapi ia punya tujuan mulia dalam menyikapi setiap persoalan. Hanya satu, segera lakukan perubahan yang lebih baik. Melawan, sikat. Tidak patuh, tindak.
Sikap tegas itu coba saya buktikan di lapangan. Saya melihat upaya penertiban pedagang di sejumlah pasar tradisional. Tujuan utama saya, pasar dengan omzet miliar dan sehari, terbesar di Bandarlampung, mana lagi kalau bukan Pasar Bambukuning. Dulu, menertibkan pedagang di sekitaran pasar ini sulit sekali. Ditertibkan, pedagang kabur. Petugas pergi, mereka kembali lagi menggelar dagangan di jalan yang itu jelas berefek pada kemacetan serta kesan kumuh. Tak sesuai dengan slogan Kota Tapis Berseri.
Serupa terjadi di Pasar Koga, Pasar Tugu dan Pasar Panjang. Pedagang emoh banget mempergunakan lapak di lantai atas pasar. Kini setelah sikap tegas tanpa tawar Herman H.N, Bandarlampung baru layak disebut sebagai sebuah kota. Jauh dari semua kesan semrawut yang sebelumnya menghiasi wajah kota ini.
Contoh lainnya ketika menyikapi kemacetan seiring pertumbuhan kendaraan sementara badan jalan tetap tidak ada perubahan. Herman H.N. keliling kota mengecek langsung titik-titik kemacetan, yang semestinya itu sudah tuntas oleh dewan lalu lintas. Ternyata penyebabnya dalam penyempitan jalan di sejumlah tikungan. Akhirnya ia langsung meminta kebijaksanaan banyak pihak untuk mengikhlaskan sedikit lahannya guna pelebaran jalan, seperti di dekat kantor BRI Radin Intan, diler Jialing Jl Z.A. Pagar Alam, pertigaan Chandra Sultan Agung, dan sedang berlangsung di perempatan Satelit, Pahoman.
Hal lainnya adalah pengguna kendaraan cenderung egois dengan memarkirkan kendaraan di median jalan. Inipun ditertibkan. Jalan-jalan berlubang tak luput dari perbaikan. Kini lalu lintas bisa jauh lebih lancar. Yang juga tengah berlangsung secara bertahap pengurangan angkot dan menggantikan dengan bus rapid transit (BRT). Terkait perizinan pun jadi perhatian. Apapun itu yang melanggar ditertibkan, mulai izin usaha, izin bangunan hingga reklame.
Leadership yang tegas itu kemudian makin komplit dengan jiwa Entrepreneurshipnya. Contoh kecil ketika Herman H.N. mengadakan 240 unit kendaraan roda tiga. Siapa yg mengira, kendaraan itu untuk mengangkut sampah hingga tingkat kelurahan yang selama ini tidak terjangkau truk sampah. Ide sederhana ini juga multiefek karena juga menyerap tenaga kerja baru sejumlah kendaraan. Paling tidak, yang dirasakan kini sampah tak tercecer dan angka penggangguran berkurang.
Pembaca, menjadi pemimpin tidaklah gampang. Ada banyak orang yang harus dipimpin yang kesemuanya memiliki pribadi dan keinginan beragam. Dan yang terpenting untuk kita bersama ingat kembali adalah melakukan perubahan dari problem yang sudah begitu kompleks di kota ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Karenanya, saya mengajak pada diri pribadi dan kita semua untuk meniru langkah-langkah wali kota. Buat apa melakukan yang besar jika tanpa hasil. Lebih baik kita mulai dari hal-hal sederhana yang ada di lingkungan tempat tinggal kita, lingkungan usaha, lingkungan kerja dan pergaulan. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk kota tercinta ini. Ayo, Kita pasti bisa! (*)